Cantiknya Tante Merry, Tetanggaku
Aku masih ingat pertama kali melihat Tante Merry. Hari itu, aku baru pulang dari sekolah dengan pakaian seragam yang masih rapi. Matahari sore menyinari jalan kecil di depan rumahku, dan di sana, di rumah sebelah yang baru saja ditempati, berdirilah seorang wanita yang tak biasa.
Tante Merry, begitu kami mulai memanggilnya, adalah wanita yang anggun dengan senyum yang selalu ramah. Dia adalah tipe orang yang mampu membuat orang lain merasa nyaman hanya dengan kehadirannya. Wajahnya selalu terlihat ceria, dengan rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai bebas. Kulitnya yang kuning langsat terlihat bercahaya di bawah sinar matahari sore.
Waktu itu, aku masih remaja dan sangat mudah terpesona oleh hal-hal yang baru. Tante Merry adalah sesuatu yang baru dan menarik di lingkungan kami yang biasanya sepi. Dia tidak hanya cantik, tetapi juga memiliki pesona yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Setiap kali aku lewat depan rumahnya, hatiku berdebar-debar tanpa sebab.
Suatu hari, saat aku pulang dari sekolah lebih awal karena ada jam kosong, aku melihat Tante Merry sedang menyiram bunga di halaman rumahnya. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum dan menyapanya.
“Halo, Tante Merry!” sapaku.
Tante Merry menoleh dan tersenyum manis. “Oh, halo! Kamu pulang sekolah lebih awal, ya?”
Aku mengangguk, berusaha menahan gugup. “Iya, Tante. Ada jam kosong.”
“Ayo, sini sebentar. Bantuin Tante angkat pot bunga ini, ya?” pintanya.
Aku tentu saja dengan senang hati membantu. Pot bunga yang diminta untuk diangkat memang cukup berat, tapi aku tak peduli. Aku merasa seperti pahlawan, meskipun hanya mengangkat pot bunga. Setelah selesai, Tante Merry mengucapkan terima kasih dengan senyuman yang membuatku ingin melompat kegirangan.
Hari-hari berikutnya, aku sering menemukan alasan untuk berbincang dengan Tante Merry. Kadang aku pura-pura lewat depan rumahnya dengan harapan bisa menyapanya. Ada juga kalanya aku dengan sengaja keluar rumah saat melihatnya sedang duduk-duduk di teras. Tak jarang, Tante Merry memanggilku dan mengajakku berbincang tentang banyak hal.
Tante Merry suka bercerita tentang masa kecilnya, tentang kampung halamannya yang jauh di pedesaan, tentang bagaimana ia merindukan suasana pedesaan yang tenang dan hijau. Seringkali, aku merasa bahwa ia juga merindukan sesuatu yang lebih dari sekadar tempat tinggal lamanya. Ada kesedihan di balik senyumnya yang manis.
Seiring berjalannya waktu, aku merasa semakin dekat dengan Tante Merry. Bukan hanya karena ia cantik, tapi karena ia adalah orang yang baik hati dan selalu siap mendengarkan. Ia sering memberiku nasihat tentang sekolah, tentang pertemanan, dan tentang kehidupan. Aku merasa seperti memiliki seorang kakak perempuan, meskipun usia kami terpaut jauh.
Namun, di balik semua itu, aku mulai menyadari bahwa perasaanku kepada Tante Merry bukanlah perasaan biasa. Aku tahu bahwa aku hanya seorang remaja, dan Tante Merry adalah seorang wanita dewasa. Tapi hati memang sulit diajak berkompromi. Setiap kali melihatnya, ada perasaan hangat yang sulit dijelaskan.
Suatu sore, ketika kami sedang duduk di teras rumahnya, Tante Merry bercerita tentang rencananya untuk pindah ke kota lain. Suaminya mendapat pekerjaan baru yang mengharuskan mereka untuk pindah. Aku terkejut dan merasa dadaku sesak. Rasanya seperti ada yang hilang dari hidupku.
“Kapan Tante akan pindah?” tanyaku, berusaha menyembunyikan kekecewaanku.
“Mungkin bulan depan, Sayang. Tante juga sedih harus meninggalkan tempat ini, terutama kalian semua,” jawabnya dengan lembut.
Aku hanya bisa mengangguk. Setelah itu, pembicaraan kami berlanjut dengan topik yang lebih ringan, tapi hatiku tak bisa tenang. Dalam diam, aku menyadari bahwa perasaanku kepada Tante Merry harus disimpan dalam-dalam. Aku hanya bisa menyukainya dari kejauhan, tanpa pernah bisa mengungkapkannya.
Hari-hari menjelang kepindahan Tante Merry terasa begitu cepat. Aku mencoba menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengannya, meskipun hanya sekadar membantu di taman atau berbincang ringan di sore hari. Aku tahu bahwa momen-momen ini akan menjadi kenangan yang tak akan pernah kulupakan.
Pada hari kepergiannya, aku datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Tante Merry memelukku dengan hangat dan memberikan senyuman terakhir yang akan selalu kuingat. “Jaga diri baik-baik, ya. Terus belajar dan jadilah anak yang baik,” katanya.
Aku hanya bisa mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Melihat mobil yang membawanya pergi, aku tahu bahwa ini adalah akhir dari sebuah cerita yang indah. Tante Merry telah pergi, tapi kenangan tentangnya akan selalu hidup di dalam hatiku.